Perceraian menjadi topik hangat yang sedang ramai dibicarakan di sosial media. Mulai dari selebritis hingga rakyat biasa, kisah kisa perceraian terus bertebaran tiada habisnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, pada tahun 2024 terdapat 399.908 kasus di Indonesia.
Perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus menjadi alasan perceraian tertinggi dengan sebanyak 251.125 kasus. Disusul oleh perceraian akibat ekonomi sebanyak 100.198 kasus.
Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga merupakan hal yang umum dan wajar terjadi. Tetapi, pertengkaran yang tiada akhir mampu menimbulkan keretakan hubungan antara kedua pasangan.
Meskipun hal ini terlihat ringan dan sepele, tetapi pertengkaran hebat atau bahkan ringan yang terus berulang nyatanya mampu menempati urutan pertama penyebab perceraian di Indonesia.
Sementara itu, kondisi ekonomi sebuah keluarga mampu berdampak kepada kesejahteraan sebuah keluarga. Meskipun bukan satu-satunya penentu kebahagiaan sebuah keluarga, nyatanya ekonomi yang stabil seringkali menjadi faktor penting dalam menjaga kesejahteraan keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meskipun memiliki jumlah kasus yang lebih sedikit. Akan tetapi, sebanyak 7.243 keluarga yang tercatat pernah mengalaminya. Angka yang tinggi ini masih menjadi faktor yang mengkhawatirkan, mengingat masih adanya kasus KDRT yang terjadi dalam keluarga yang tidak berujung pada perceraian.
Kasus perceraian lainnya akibat judi (2.889 kasus), mabuk (2.004 kasus), dan madat (436 kasus) meskipun tidak menjadi penyebab kasus perceraian sebanyak yang lainnya. Angka ini mencerminkan kebiasaan negatif dan penyimpangan perilaku dalam rumah tangga juga turut menjadi ancaman serius bagi keharmonisan keluarga.
Tingginya perceraian akibat faktor ekonomi, mencerminkan masih banyaknya keluarga di Indonesia yang menghadapi tekanan finansial dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan pasangan untuk mengakhiri pernikahan.
Tertinggi Jawa Barat dengan 88.985 Kasus
Angka kasus perceraian di Indonesia tahun 2024 cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip inibalikpapan mencapai 399.921 kasus.
Namun, jumlah itu menurun dari tahun 2023 yang mencapai mencapai 408.347 kasus. Sementara tahun 2022 saat COVID-19 melanda, perceraian hampir setengah juta atau mencapai 448.126 kasus.
Jawa Barat (Jabar) tertinggi tahun 2024 dengan 88.985 kasus, diikuti Jawa Timur (Jatim) 79.293 dan Jawa Tengah (Jateng) 64.937.
Sedangkan tahun 2023, perceraian di Jabar juga masih tertinggi dengan 91.146 kasus, Jatim 79.248 kasus dan Jateng 68.133 kasus.
Sementara 2022, perceraian di Jabar tertinggi dengan 98.890 kasus, Jatim 89.093 kasus dan Jateng 74.030 kasus.
Berikut daftar kasus perceraian berdasarkan data BPS
Aceh 6.103 kasus
Sumatera Utara 15.955 kasus
Sumatera Barat 8.292 kasus
Riau 8.242 kasus
Jambi 4.580 kasus
Sumatera Selatan 10.180 kasus
Bengkulu 3.539 kasus
Lampung 14.603 kasus
Kepualan Bangka Belitung 2.291 kasus
Kepualan Riau 3.385 kasus
Jakarta 12.375 kasus
Jawa Barat 88.985 kasus
Jawa Tengah 64.937 kasus
Yogyakarta 4.719 kasus
Jawa Timur 79.293 kasus
Banten 13.529 kasus
Bali 1.065 kasus
Nusa Tenggara Barat 6.946 kasus
Nusa Tenggara Timur 500 kasus
Kalimantan Barat 4.754 kasus
Kalimantan Tengah 3.138 kasus
Kalimantan Selatan 6.565 kasus
Kalimantan Timur 6.279 kasus
Kalimantan Utara 949 kasus
Sulawesi Utara 1.998 kasus
Sulawesi Tengah 3.978 kasus
Sulawesi Selatan 12.200 kasus
Sulawesi Tenggara 3.522 kasus
Gorontalo 2.124 kasus
Sulawesi Barat 1.330 kasus
Maluku 668 kasus
Maluku Utara 1.324 kasus
Papua Barat 485 kasus
Papua 1.088 kasus
Sedang Tren, Bangga Jadi Janda. Kasus Perceraian di Jawa Timur Terus Meningkat
Lebih dari sekadar angka, perceraian kini menampilkan dimensi sosial
baru. Narasi “bangga jadi janda” muncul dari pengalaman perempuan yang
merasa lebih merdeka setelah berpisah.
Perceraian di Jawa Timur kian menampakkan fenomena baru. Bukan sekadar
angka statistik, melainkan juga tren sosial yang memantik diskusi
publik. Salah satunya muncul di Ponorogo, di mana perempuan yang baru
bercerai tidak lagi menutup diri dan bangga menyebut dirinya janda.
“Ketika akta cerai sudah terbit, mereka selfie sambil tertawa di depan
kantor Pengadilan Agama. Seakan-akan ingin memproklamirkan diri sebagai
janda. Mereka bilang, lebih baik jadi janda daripada punya suami yang
tidak bekerja,” ungkap Maftuh Bustani, Humas Pengadilan Agama Kelas 1A
Ponorogo di kanal YouTube.
Data mencatat, sepanjang 2025 terdapat 1.087 perkara perceraian yang
diputus di Pengadilan Agama Ponorogo. Dari jumlah tersebut, cerai gugat
mendominasi hingga 70 persen, sementara cerai talak hanya 30 persen.
Fenomena ini menandakan bahwa perempuan lebih banyak mengambil inisiatif
untuk mengakhiri rumah tangga dibanding laki-laki.
Pemicu Faktor Ekonomi
Dari kasus yang masuk, mayoritas dipicu oleh masalah ekonomi. Sebanyak
60 persen perceraian di Ponorogo disebabkan pihak suami tidak memiliki
pekerjaan tetap dan gagal memenuhi kebutuhan rumah tangga secara ajeg.
“Meski faktor yang dikemukakan di persidangan seringkali berupa
perselisihan yang terus-menerus, ketika didalami, akarnya tetap kembali
pada persoalan ekonomi,” jelas Maftuh.
Selain itu, fenomena lain yang mencolok adalah 57 persen penggugat
cerai berstatus TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Sebagian besar kasus
mereka ditangani oleh kuasa hukum.
Fenomena ini ikut membuka peluang bisnis baru, di mana sejumlah
pengacara secara terang-terangan mempromosikan diri di media sosial
sebagai “spesialis perceraian”.
Fenomena serupa juga terjadi di kota besar. Di Pengadilan Agama
Surabaya, sepanjang Januari–Maret 2025 tercatat 1.471 perkara
perceraian. Dari jumlah tersebut, 1.056 perkara merupakan cerai gugat,
sementara 415 perkara adalah cerai talak.
“Dari tahun ke tahun, angka cerai gugat memang selalu lebih tinggi dibanding cerai talak,” ujar Humas PA Surabaya, Tontowi.
Menariknya, angka perceraian di Surabaya periode ini menurun
dibandingkan tahun lalu. Pada Januari–Maret 2024, tercatat 1.631
perkara, sehingga terdapat penurunan sekitar 160 kasus. “Penurunan ini
bisa jadi karena semakin banyak pasangan yang mencoba menyelesaikan
masalah secara internal atau melalui mediasi,” tambahnya.
Jawa Timur Tertinggi
Jika ditarik lebih luas, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan
angka perceraian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) 2024, tercatat 79.293 kasus perceraian, menempatkan Jawa
Timur di posisi kedua setelah Jawa Barat.
Beberapa faktor utama penyebab perceraian di Jawa Timur antara lain:
Masalah ekonomi, terutama suami yang tidak memiliki penghasilan tetap.
Judi online dan pinjaman daring, yang semakin marak menjadi pemicu
keretakan rumah tangga. Perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga,
yang kerap berujung pada gugatan cerai.
Secara nasional, jumlah perceraian pada 2024 mencapai 399.921 kasus.
Tiga provinsi penyumbang terbesar adalah Jawa Barat (88.842 kasus), Jawa
Timur (77.658 kasus), dan Jawa Tengah (64.569 kasus).
Fenomena ini menegaskan bahwa perceraian bukan hanya soal angka, tetapi
juga representasi perubahan cara pandang masyarakat terhadap
pernikahan, kesetaraan dan kemandirian perempuan.
TERJEBAK JUDOL DAN PINJAMAN ONLINE
Faktor ekonomi tak ada tanda tanda membaik sementara kebutuhan harian/bulanan kian naik. Suami tak bisa cukupi kebutuhan istri + anaknya membuat mereka terjebak dalam lingkaran setan yang sulit untuk keluar yaitu judi online dan hutang serta hutang online.
Tak jarang hal ini membuat sebagian orang nekat memilih jalan kekal di neraka dengan bunuh diri
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut, nilai transasksi judi online (judol) tahun 2025 ini bisa mencapai Rp1.200 triliun, jika tidak ada penanganan serius.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan, sepanjang tahun 2024, nilai transaksi judi online mencapai lebih dari Rp900 triliun. Ivan menambahkan, nilai transaksi judi online berpotensi naik hingga Rp1.200 triliun tahun 2025.
Pemerintah melalui Polri dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) bisa menekan angka transaksi judi online hingga Rp500 triliun. Ivan menjelaskan, demand atau pasar judi online di Indonesia sangat besar. Terlebih, banyak pelaku judi online yang melayani transaksi dalam jumlah kecil, sehingga dapat menyasar masyarakat kelas bawah.
Butuh langkah tegas untuk memberantas praktik judi online yang masih terus merajalela di tangah masyarakat.
Suami atau Istri, Siapa Lebih Banyak Ajukan Perceraian?
Adapun pada perbandingan jumlah kejadian pernikahan dengan perceraian di Indonesia pada tahun 2024 adalah 1:4, dengan rincian total angka pernikahan sebanyak 1.478.302 kejadian.
Nilai ini mengindikasikan bahwa pada 4 pernikahan yang terjadi, salah satunya akan berujung pada perceraian.
Data yang dirilis pada 27 Februari 2025 ini berasal dari Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) dan Mahkamah Agung, dengan data kejadian mencakup pernikahan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) dan perceraian yang telah diputus oleh pengadilan dengan akta cerainya telah terbit.
Atas tingginya angka kejadian perceraian ini, Nasaruddin Umar, Menteri Agama mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan menambahkan bab khusus mengenai pelestarian perkawinan, dilansir dari situs resmi Kemenag RI.
“Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan,” ujarnya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Ia menegaskan bahwa UU Perkawinan akan menjadi penegak perihal pentingnya pelestarian perkawinan sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa.
reference by
https://data.goodstats.id/statistic/faktor-ekonomi-jadi-alasan-cerai-tertinggi-ke-2-di-indonesia-bcN8S
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/YVdoU1IwVmlTM2h4YzFoV1psWkViRXhqTlZwRFVUMDkjMyMwMDAw/jumlah-perceraian-menurut-provinsi-dan-faktor-penyebab-perceraian--perkara-.html?year=2025
